Rodinda Part 1
Ada bersyukurnya, di tingkat akhir ini aku mengambil mata kuliah yang sama beratnya dengan skripsi yang sudah ku ambil, mata kuliah produksi film dokumenter. Meskipun serasa mengerjakan TA dan skripsi secara bersamaan, ternyata banyak hikmah yang bisa aku petik, untuk pengembangan diri dan memperkaya pengalaman di proses produksi film tentunya.
Tema dokumenter yang kelompokku ambil adalah kesenian Bantengan. Kesenian Bantengan ini dari awal (kalo baca di artikel dan jurnal) memang sudah banyak menuai pro dan kontra. Makanya saat presentasi dengan supervisor kita, kita punya banyak pilihan untuk mengambil titik fokus. Bisa dibuat menjadi dokumenter investigasi ataupun sejarah asal jangan hanya mendokumentasikan alur pementasannya saja, karena sudah terlalu mainstream.
Alhasil berangkatlah kita pada tanggal 5 - 7 Oktober 2018 dan 13 - 23 Oktober 2018. Ya dua kali balik, karena di kesempatan pertama kita harus mengejar UTS ðŸ˜. Transportasi di kepergian pertama kita adalah kereta bisnis, Mutiara Selatan. Biaya tiket Rp. 400.000,- pulang pergi Rp. 800.000,-. Kursinya gajauh beda sama ekonomi, menurutku ya, tapi memang bisa dibuat perbaris hanya dua penumpang saja, bukan empat penumpang yang saling berhadap-hadapan. Sedangkan di keberangkatan kami yang kedua ini, kami semua pergi menggunakan kereta eksekutif, Malabar. Harga tiket Rp. 465.000,-. Dan pulang menggunakan pesawat, dengan harga tiket yang sudah dipotong diskon menjadi Rp. 470.000,-. Tentu jauh lebih nyamanlah yaa dan memotong waktu perjalanan. Oya selama berpergian ini, aku ga pernah beli makan di gerbong kereta. Kalau ga buat dari rumah, ya beli sebelum naik kereta di stasiun. Karena harganya jauh lebih terjangkau. Selain itu, aku juga selalu bawa botol minum seukuran 100 mL, biar ga beli jugalah wkwkwk. Anaknya sangat perhitungan. 🙆
Oya, di produksi film dokumenter Bantengan ini, aku tentunya mengambil bagian sebagai scriptwriter (lagi). Kenapa? Karena memang ingin mulai menspesialisasikan keahlian saja. Dan ternyata lebih dipercaya oleh teman-teman disana. Alhamdulillah. Sebelumnya aku sudah pernah menjadi penulis di dua film dokumenter yang berjudul SMA dan Gurat. Tapi karena masih noob dan kurang disiplin serta all out dalam berkarya, dalam proses dan hasilnya sudah dipastikan kurang maksimal bro-bro. Ditambah bahan literasiku tentang film dan kepenulisan masih sangat kurang, makinlah terasa materi yang aku dan tim angkat dangkal dan kurang greget. HEHE
Kalau di produksi film kali ini, aku jauh lebih disiplin. Dari tenggat waktu yang ditentukan, aku sudah bisa menyelesaikannya tepat waktu. Sehingga, tidak begitu menyulitkan teman-temanku yang membuat proposal atau shot list. Tapi masih tetep sih, aga diujung waktu selesainya. hehehe 😉✌
Nah kok bisa lebih disiplin? Ya aku belajar membangun mood. Tidak lagi menunggu mood hingga menjadi mood. Apa deh wkwk. Caranya dengan dimulai sering-sering buka laptop dan Ms.Word atau Celtx. Ya gapapa dipandangin doang, atau dibuat kerangkanya dulu, prinsipnya sedikit-sedikit yang penting berprogress bebski. Kemudian banyak-banyakin nonton video & artikel yang berkaitan dengan topiknya, bisa juga diselingi dengan menonton dan membaca tutorial teknik menulis naskah dokumenter.
Untuk naskah dokumenter ini, sebenarnya beberapa penulis tidak menggunakan naskah dalam pembuatan dokumenter karena memang tidak perlu wkwkw. Pembuatan alur dokumenter itu ya bisa dikonstruksi setelah proses wawancara dan pengambilan gambar selesai kan ya, tapi memang tetap perlu konsep kawan-kawan. Nah konsep inilah yang tetap harus dibuat oleh scriptwriter. Sinopsis dan film treatment termasuk didalamnya, tapi kalo pembuatan film kali ini aku dibantu teman-teman tim sih, jadi aku buat alur (sementara) saja. Iya, pembuatan film dokumenter itu tipe-tipe exploratory gitu, kita mengembangkan dan memperdalam hipotesis kita gitu.
Selain itu, aku juga membuat pertanyaan untuk narasumber. Sekaligus menjadi pewawancaranya. Ini ga mudah, diawal kita harus riset dan membuat daftar pertanyaan. Daftar pertanyaannya bisa dibuat sesuai kebutuhan. Kalau aku sendiri kemarin membuat 30-40 pertanyaan untuk masing-masing narasumber. Yang terpenting, daftar pertanyaan tentunya bukan pertanyaan yang bisa dijawab di internet loh ya, artinya pertanyaan harus kreatif dan membuat jawaban lebih variatif. Jangan sampe jawaban cuma ya tidak ya tidak aja, sia-sia. Agar lebih maksimal, daftar pertanyaan juga bisa dikirim H-1 sebelum wawancara dilaksanakan, supaya si narasumber bisa menyiapkan jawaban yang ciamik, ya kan? Masih tetap siaga, disaat pelaksanaan scriptwriter juga harus bisa membangun kenyamanan dan rasa percaya satu sama lain, ya supaya si narasumber ga tertutup, ga takut juga, caranya; jangan langsung nodong pertanyaan, tapi ngobrol-ngobrol santai dulu lah ya. Setelah itu kita juga harus menjadi pendengar yang baik, karena bisa jadi, dari pernyataan narasumber terdapat pertanyaan baru yang maknyos, jadi harus jeli.
Kalau di produksi film kali ini, aku jauh lebih disiplin. Dari tenggat waktu yang ditentukan, aku sudah bisa menyelesaikannya tepat waktu. Sehingga, tidak begitu menyulitkan teman-temanku yang membuat proposal atau shot list. Tapi masih tetep sih, aga diujung waktu selesainya. hehehe 😉✌
Nah kok bisa lebih disiplin? Ya aku belajar membangun mood. Tidak lagi menunggu mood hingga menjadi mood. Apa deh wkwk. Caranya dengan dimulai sering-sering buka laptop dan Ms.Word atau Celtx. Ya gapapa dipandangin doang, atau dibuat kerangkanya dulu, prinsipnya sedikit-sedikit yang penting berprogress bebski. Kemudian banyak-banyakin nonton video & artikel yang berkaitan dengan topiknya, bisa juga diselingi dengan menonton dan membaca tutorial teknik menulis naskah dokumenter.
Untuk naskah dokumenter ini, sebenarnya beberapa penulis tidak menggunakan naskah dalam pembuatan dokumenter karena memang tidak perlu wkwkw. Pembuatan alur dokumenter itu ya bisa dikonstruksi setelah proses wawancara dan pengambilan gambar selesai kan ya, tapi memang tetap perlu konsep kawan-kawan. Nah konsep inilah yang tetap harus dibuat oleh scriptwriter. Sinopsis dan film treatment termasuk didalamnya, tapi kalo pembuatan film kali ini aku dibantu teman-teman tim sih, jadi aku buat alur (sementara) saja. Iya, pembuatan film dokumenter itu tipe-tipe exploratory gitu, kita mengembangkan dan memperdalam hipotesis kita gitu.
Selain itu, aku juga membuat pertanyaan untuk narasumber. Sekaligus menjadi pewawancaranya. Ini ga mudah, diawal kita harus riset dan membuat daftar pertanyaan. Daftar pertanyaannya bisa dibuat sesuai kebutuhan. Kalau aku sendiri kemarin membuat 30-40 pertanyaan untuk masing-masing narasumber. Yang terpenting, daftar pertanyaan tentunya bukan pertanyaan yang bisa dijawab di internet loh ya, artinya pertanyaan harus kreatif dan membuat jawaban lebih variatif. Jangan sampe jawaban cuma ya tidak ya tidak aja, sia-sia. Agar lebih maksimal, daftar pertanyaan juga bisa dikirim H-1 sebelum wawancara dilaksanakan, supaya si narasumber bisa menyiapkan jawaban yang ciamik, ya kan? Masih tetap siaga, disaat pelaksanaan scriptwriter juga harus bisa membangun kenyamanan dan rasa percaya satu sama lain, ya supaya si narasumber ga tertutup, ga takut juga, caranya; jangan langsung nodong pertanyaan, tapi ngobrol-ngobrol santai dulu lah ya. Setelah itu kita juga harus menjadi pendengar yang baik, karena bisa jadi, dari pernyataan narasumber terdapat pertanyaan baru yang maknyos, jadi harus jeli.
Meskipun gajinya tidak terlalu besar, menjadi penulis naskah film dokumenter itu menyenangkan. Sama menyenangkannya seperti menjadi seorang jurnalis. Bagi kamu yang suka dengan dunia jurnalistik, kamu ga bakal menyimpang-menyimpang banget kalau mau banting setir untuk jadi penulis naskah film dokumenter, karena ya tadi, film dokumneter itu pinter-pinter kita eksplorasi data dan narasumber aja. Hehehe
Waduuh udah banyak banget nih, cerita soal pra dan proses produksinya, dipostingan selanjutnya kayaknya aku bakal cerita tentang hikmah-hikmah yang aku dapet saat produksi aja kali yaa.
Oya, selain itu bagi teman-teman yang penasaran kenapa aku memberi judul Rodinda, jawabannya akan ada di postingan part 2 loh ya! hehehe Dipostingan kedua ini, insyaAllah aku bakal lebih banyak cerita tentang keseruanku bersama teman-temanku juga di Malang. 10 hari disana, gamungkin dong pengalamannya biasa-biasa aja. Makanya ditunggu ya, mungkin tiga hari lagi sudah update tuh ceritanya ^^ wkwkwk see you!! Jangan lupa makan malem, biar bisa nemenin aku gendut :*