Welcome to Motherhood
Bulan September menjadi bulan yang berkah bagi aku dan sekeluarga. Anak yang sudah dinantikan keluarga selama 4 tahun akhirnya lahir ke dunia. Kami beri nama Aluna Shafiyah Rahmat. Dengan ini juga aku resmi menyandang gelar sebagai ibu. Kata yang indah sekali.
Selama dua minggu menjadi ibu, aku merasa banyak sekali hal yang terjadi. Di banding memberi, rasanya aku lebih banyak menerima dari Aluna. Aluna memberiku ketenangan, kebahagiaan, dan juga kesempatan untuk lebih banyak belajar dan kembali khusyuk mendekatkan diri kepada Allah. Aluna juga membuat hubunganku dengan orang tua lebih dekat. Terlebih aku merasa orang tuaku adalah orang yang luar biasa dan aku mulai mengerti arti cinta dan pengorbanan yang orang tuaku berikan selama ini. Rasanya aku ingin selalu minta maaf atas hal-hal tidak berkenan yang pernah aku lakukan.
Anyway, ada cerita mellow baru-baru ini yang menjadi pelajaran penting untukku agar hati-hati menjaga fitrah anak. Jadi, saat pertama kali Aluna kembali ke pangkuanku setelah diobservasi 6 jam pasca persalinan, Aluna pandai sekali menyusu ASI di payudaraku. Seolah-olah Aluna sudah belajar sebelumnya, karena dokter anak Aluna sendiri mengatakan banyak anak yang belum pandai menghisap padahal payudara ibunya sudah penuh.
Akibatnya permintaan Aluna menyusu juga tinggi sekali, padahal saat itu ASIku belum melimpah. Aluna kerap menangis karena belum kenyang, sedang aku meringis karena ASI tak keluar ditambah pelekatan yang belum tepat membuat payudaraku bengkak. Orang tuaku saat itu mendesak untuk memberikan susu formula karena tak tega hati melihat cucunya yang menangis terus-menerus. Tapi aku bersikeras untuk tetap memberi ASI meski rasanya stress sekali.
Permasalahan ASI ini diperparah dengan jam biologis Aluna yang masih bangun di tengah malam, meski bagus sebenarnya karena ia masih harus menyusu setiap 2-3 jam sekali. Tapi untukku yang tak terbiasa begadang hal ini berat sekali. Akhirnya aku dan suami memutuskan untuk membagi shift jaga malam Aluna, dengan konsekuensi aku harus menyiapkan susu saat suamiku berjaga. Tentu saja dari hasil pumpingku ya. Alih-alih memberikan dengan media seperti cup feeder atau sendok, kita langsung memberikan dot, padahal Aluna belum genap satu bulan.
Akibatnya, Aluna malas menghisap di payudara karena menyusu di botol membuat proses minum susu menjadi lebih mudah. Hari ke-10 hingga ke-12 merupakan hari yang berat dan sulit, Aluna seolah-olah lupa cara menghisap apalagi pelekatan yang benar. Aku menangis karena aku merasa bersalah sudah merusak fitrah Aluna yang sebelumnya pintar sekali menghisap.
Karena tidak maksimal melakukan direct breast feeding (DBF), di hari ke-12 itu juga payudaraku keras membatu, badanku pun meriang bahkan demam hingga 39.4 derajat. Satu hari full akhirnya aku tak bisa skin to skin dengan Aluna karena aku tak mampu. Dengan terpaksa kami memberikan Aluna ASI melalui dot selama 24 jam itu. Untungnya suamiku lebih solutif terhadap permasalahan Aluna bingung puting ini. Ia mencari dot orthodontic dan Aluna semalaman itu menyusu dengan dot tersebut.
Paginya ku coba untuk belajar DBF lagi dengan Aluna. Alhamdulillah setelah memakai dot tersebut Aluna kembali bisa menghisap bahkan lebih luwes. Tak henti-hentinya kuucapkan syukur dan terima kasih karena Aluna bisa kembali DBF.
Dari peristiwa ini aku belajar bahwa orang tua mesti hati-hati sekali dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi fitrah anak, tapi sekalipun kita salah langkah, semoga kita masih diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Dan juga orang tua mesti terus belajar mengarahkan yang terbaik untuk anak.
Semangat para orang tua baru :)